Jumat, 29 Mei 2009

Ibadah Haji itu Tidak Sulit dan Tidak Rumit

>Assalaamu 'alaikum,
>Bagaimanakah sebenarnya tata cara perjalanan ibadah haji yang selama
>ini dilakukan oleh pemerintah ? Apakah sudah sesuai syari'at atau tidak ?
>Mohon dijelaskan dengan dalil.
>Wassalaamu 'alaikum,


Ada suatu gambaran hingga saat ini, bahwa ibadah haji adalah ibadah yang
rumit dan sulit, gambaran ini tidak lepas dari buku-buku panduan haji yang
tidak sistematis pembahasannya, dan banyaknya do'a-do' khusus yang dibuat
dalam setiap amalan, padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
mengerjakannya. Juga amalan-amalan tertentu yang tidak ada dasarnya, baik
dari Al-Qur'an maupun as-Sunnah yang shahih.

Sebagai suatu contoh dalam buku panduan Haji Depag, terdapat banyak do'a
do'a yang harus dihapal oleh setiap calon haji, misalnya dalam pelaksanaan
Thawaf mengelilingi Ka'bah tujuh putaran, setiap putaran ada do'a do'a
tertentu yang harus dibaca, begitu juga dalam pelaksanaan Sa'i antara Shafa
dan Marwah tujuh putaran, juga amalan ibadah lainya, seperti miqat dari
Jeddah, hari Tarwiyah 8 Dzul Hijjah tidak berangkat ke Mina.

Sebelum anda menyesal, karena menunaikan ibadah haji tanpa ilmu atau kurang
sungguh-sungguh dalam beribadah di tempat yang mulia dan kurangnya perhatian
terhadap sunnah. Maka sebaiknya sebagai persiapan awal untuk ibadah haji
adalah harus memilki ilmu tentang ibadah tersebut. Dan alhamdulillah
sekarang ini sudah banyak bimbingan haji yang sesuai dengan sunnah, begitu
juga buku-buku, kaset serta vcd sudah bererdar banyak di sebagian
masyarakat.

Jika anda berangkat ibadah haji, begitu anda turun dari pesawat dan masuk
imigrasi, pemerintah Saudi akan membagikan kepada setiap jama'ah haji buku
panduan ibdah haji dalam bahasa Indonesia, buku tersebut lebih ringkas dan
tipis dibanding buku dari Depag. Wallahu 'alam

Di bawah ini akan saya salinkan ringkasan ibadah haji dari situs almanhaj.


PENGARAHAN RINGKAS UNTUK JAMAAH HAJI DAN UMRAH SERTA PENZIARAH MASJID RASUL
SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Oleh
Kumpulan Ulama
sumber http://www.almanhaj.or.id/

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN BAGI JAMA'AH HAJI

[1] Agar segera bertobat kepada Allah dengan sebenar-benarnya dari segala
dosa, dan memilih harta yang halal untuk ibadah haji dan umrahnya.

[2] Agar menjaga lidahnya dari dusta, menggunjing, mengadu domba dan
menghina orang lain.

[3] Dalam melaksanakan haji dan umrahnya, hendaklah bermaksud untuk
mendapatkan ridha Illahi dan pahala akhirat, jauh dari rasa ingin dipandang,
ingin tersohor dan berbangga diri.

[4] Hendaklah mempelajari amalan-amalan yang disyariatkan dalam haji dan
umrah, dan menanyakan hal-hal yang kurang jelas baginya.

[5] Apabila telah sampai di miqat, diperbolehkan memilih antara haji Ifrad,
Tammatu' dan Qiran. Haji Tammatu' lebih utama bagi yang tidak membawa
binatang kurban, sedang bagi yang membawanya, lebih utama baginya
melaksanakan haji Qiran.

[6] Seseorang yang berihram, apabila ia merasa khawatir tidak dapat
melanjutkan ibadah hajinya dikarenakan sakit, atau musuh, atau karena sebab
lain, maka disyaratkan ketika berihram mengucapkan : "Inna mahallii haistuu
habastanii" Artinya : Tempat tahallulku adalah di tempat ku tertahan".

[7] Anak-anak yang masih kecil haji mereka adalah sah, hanya saja haji
semacam itu belum termasuk haji fardhu.

[8] Orang yang sedang berihram boleh mandi dan membasuh kepalanya atau
menggaruknya dikala perlu.

[9] Bagi wanita yang sedang berihram diperbolehkan untuk menutup wajahnya
dengan kerudung apabila takut dilihat kaum pria.

[10] Mengenakan ikat kepala dibawah kerudung agar mudah sewaktu membuka
wajah, sebagaimana yang sering dilakukan oleh sebagian kaum wanita, tidak
ada dasarnya dalam syari'at.

[11] Bagi yang sedang berihram boleh mencuci kain ihramnya kemudian
mengenakannya kembali dan boleh juga menggantinya dengan yang lain.

[12] Seseorang yang sedang berihram, apabila ia mengenakan pakaian berjahit
atau menutupi kepalanya atau memakai wangi-wangian karena lupa atau pun
karena tidak tahu akan hukumnya, maka ia tidak dikenakan fidyah.

[13] Bagi yang melakukan haji Tamattu' atau umrah, hendaklah menghentikan
bacaan talbiyah apabila ia sampai di Ka'bah sebelum memulai Tawaf.

[14] Ramal (lari-lari kecil) dan Idhtiba' (mengenakan selendang ihram dengan
meletakkan sebagiannya di atas pundak kiri, dan bagian lain disebelah ketiak
kanan), hanya dilakukan pada Tawaf Qudum saja, dan ramal itu dikhususkan
pada tiga putaran pertama, lagi pula untuk kaum pria saja, tidak untuk
wanita.

[15] Seseorang yang sedang melakukan Tawaf, apabila ia ragu apakah sudah
melakukan tiga putaran atau empat umpamanya, maka hendaklah dihitung tiga
putaran. Demikian pula diwaktu Sa'i.

[16] Boleh melakukan Tawaf dibelakang sumur Zamzam dan Maqam Ibrahim dikala
penuh sesak, karena Masjid Haram seluruhnya merupakan tempat Tawaf.

[17] Adalah termasuk perbuatan mungkar, jika seorang wanita melakukan Tawaf
dengan memakai perhiasan dan wangi-wangian serta tidak menutup aurat.

[18] Wanita yang sedang datang bulan atau baru bersalin setelah berihram,
tidak boleh melakulan tawaf, kecuali setelah ia dalam keadaan suci.

[19] Bagi wanita boleh berihram dengan mengenakan pakaian yang ia sukai,
asalakan pakaian itu tidak menyerupai pakaian pria dan jangan sampai
menampakkan perhiasan, tetapi hendaklah mengenakan pakaian yang tidak
merangsang.

[20] Melafalkan niat dalam ibadah selain Haji dan Umrah adalah bid'ah yang
diada-adakan, lebih-lebih bila dilafalkan niat itu dengan suara keras.

[21] Diharamkan bagi seorang muslim mukallaf melintasi miqat tanpa berihram,
apabila ia bermaksud melakukan ibadah haji dan umrah.

[22] Jama'ah haji atau umrah yang datang lewat udara, hendaklah berihram
ketika berada sejajar dengan batas miqat, oleh karena itu hendaknya ia
bersiap-siap untuk berihram sebelum naik pesawat.

[23] Bagi yang tempat tinggalnya di daerah miqat, tidak perlu pergi ke salah
satu tempat miqat, dan cukuplah tempat tinggalnya itu sebagi miqat untuk
berihram haji dan umrah.

[24] Memperbanyak umrah setelah menunaikan haji, dari Tan'im atau Jir'anah,
sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jama'ah, adalah hal yang tidak ada
dalilnya.

[25] Hendaklah para jama'ah haji pada hari tarwiyah berihram dari tempat
tinggalnya di Mekkah, dan tidak perlu berihram dari dalam kota Mekkah atau
dari bawah Pancuran Emas Ka'bah, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian
jama'ah haji. Dan tidak perlu baginya Tawaf Wada' ketika berangkat menuju
Mina.

[26] Berangkat dari Mina menuju Arafah pada tanggal 9 Dzu-l-Hijjah, lebih
utama dilakukan setelah terbit matahari.

[27] Tidak diperkenankan meninggalkan Arafah sebelum terbenam matahari.
Dan disaat berangkat setelah terbenam matahari, hendaknya dengan tenang dan
penuh kekhusuan.

[28] Shalat Maghrib dan Isya dilakukan setelah sampai di Muzdalifah, baik
sampainya pada waktu Maghrib ataupun setelah masuk waktu Isya.

[29] Memungut batu pelempar Jamrah, boleh dilakukan dimana saja, dan tidak
harus dipungut dari Muzdalifah.

[30] Tidak disunatkan mencuci batu-batu itu, sebab hal itu tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah begitu pula para sahabat beliau. Dan agar jangan
melontar dengan batu yang telah dipakai melontar.

[31] Diperbolehkan bagi orang-orang yang lemah, seperti wanita, anak-anak
kecil dan yang semisalnya, untuk berangkat menuju Mina saat lewat
pertengahan malam.

[32] Apabila telah sampai di Mina pada hari Raya, hendaknya jama'ah haji
menghentikan bacaan Talbiyah, dan agar melontar Jamrah Aqabah dengan tujuh
batu berturut-turut.

[33] Tidak disyaratkan agar batu itu tinggal di tempat lontaran, tapi yang
disyaratkan adalah jatuhnya batu di tempat lontaran itu.

[34] Penyembelihan Qurban waktunya adalah sampai terbenam matahari pada hari
Tasyriq yang ketiga menurut pendapat Ulama yang paling benar.

[35] Tawaf Ifadhah atau Tawaf Ziyarah adalah salah satu rukun haji yang
tidak dianggap sah haji seseorang apabila Tawaf itu ditinggalkan, dan ini
hendaknya dilakukan pada Hari Raya, tapi boleh juga ditunda sampai setelah
hari-hari Mina.

[36] Bagi yang melakukan Haji Qiran, ia hanya wajib melakukan satu kali
sa'i. Demikian pula bagi yang melakukan Haji Ifrad dan ia tetap berihram
sampai hari nahr.

[37] Bagi Jama'ah haji, lebih utama baginya melakukan amalan-amalan haji
pada hari nahr dengan tertib, yaitu memulai dengan melontar Jamrah Aqabah
kemudian menyembelih binatang kurban, lantas mencukur bersih atau
memendekkan rambutnya, setelah itu Tawaf Ifadhah di Baitullah dan
selanjutnya Sa'i. Dan boleh juga amalan-amalan tersebut dilakukan dengan
tidak tertib, yaitu dengan mendahulukan atau mengakhirkan satu dari yang
lainnya.

[38] Tahalul penuh dapat dilaksanakan setelah melakukan hal-hal dibawah ini
:
[a] Melontar Jamrah Aqabah
[b] Mencukur bersih atau memendekkan rambut
[c] Tawaf Ifadhah dan Sa'i.

[39] Apabila seorang jamaah haji menghendaki pulang secepatnya (pada tanggal
12) dari Mina. Maka harus keluar dari Mina sebelum terbenam matahari.

[40] Anak kecil yang tidak mampu melontar, hendaklah diwakili oleh walinya
setelah ia melontar untuk dirinya sendiri.

[41] Begitu juga orang-orang yang tidak mampu melontar karena sakit atau
lanjut usia atau karena hamil, boleh mewakilkan kepada orang lain untuk
melontar.

[42] Bagi yang mewakili, boleh melontar setiap jamrah dari ketiga jamrah itu
untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, kemudian untuk yang diwakilinya dalam
satu tempat.

[43] Bagi yang melakukan haji Tamattu' atau Qiran, sedang ia bukan penduduk
Masjid Haram (Mekkah), wajib baginya membayar dam, yaitu seekor kambing,
atau sepertujuh onta/sapi.

[44] Bagi yang melakukan haji Tamattu' atau Qiran, dan ia tidak mampu
menyembelih binatang kurban, maka ia diwajibkan untuk berpuasa tiga hari
dalam masa haji dan tujuh hari apabila telah pulang ke keluarganya.

[45] Puasa tiga hari itu lebih utama dilakukan sebelum Hari Arafah, agar
pada Hari Arafah itu ia dalam keadaan tidak berpuasa. Jika puasa itu belum
dilakukan makan hendaklah dilakukan pada hari-hari Tasyriq.

[46] Puasa tiga hari tersebut boleh dilakukan secara berturut-turut atau
terpisah-pisah. Begitu pula puasa yang tujuh hari.

[47] Tawaf Wada' hukumnya wajib bagi setiap jama'ah haji, kecuali bagi
wanita yang sedang datang bulan atau baru bersalin.

[48] Disunahkan berziarah ke Masjid Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam,
baik sebelum haji ataupun sesudahnya.

[49] Bagi yang berziarah ke Masjid Nabawi, disunatkan memulai dengan shalat
dua rakaat Tahiyat al-Masjid dimana saja di dalam Masjid. Dan yang lebih
utama shalat dilakukan di Raudhah yang mulia.

[50] Ziarah ke kubur Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ke
pekuburan lain, hanya disyari'atkan untuk kaum pria, bukan untuk kaum
wanita, dengan syarat agar dilakukan tanpa bersusah payah.

[51] Mengusap-ngusap dinding kubur Rasul, atau menciumnya ataupun
mengelilinginya (bertawaf di sekitarnya), adalah perbuatan bid'ah yang
mungkar, yang tidak pernah dilakukan oleh ulama-ulama Salaf. Lebih-lebih
apabila ia mengelilinginya dengan maksud mendekatkan diri kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka hal itu adalah syirik besar.

[52] Tidak boleh bagi seseorang memohon kepada Rasul agar beliau memenuhi
hajatnya atau melepaskan dirinya dari kesulitan, sebab hal itu syirik.

[53] Kehidupan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, didalam kubur
adalah kehidupan alam barzakh, bukan seperti hidup di dunia sebelum
wafatnya. Dan kehidupan itu hanya Allah saja yang mengetahui hakekat dan
keadaannya.

[54] Mengutamakan berdo'a didekat kubur Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam,
sambil menghadap kearahnya dengan mengangkat kedua belah tangan, sebagaimana
yang dilakukan oleh sebagian penziarah, adalah termasuk bid'ah yang
diada-adakan.

[55] Ziarah ke kubur Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, bukanlah wajib,
dan bukan merupakan suatu syarat dalam ibadah haji, sebagaimana anggapan
sebagian orang awam.

[56] Hadits-hadits yang dipergunakan sebagai dasar hukum oleh orang-orang
yang membolehkan untuk bersusah-payah mendatangi kubur Rasul Shallallahu
'alaihi wa sallam adalah hadits-hadits yang lemah sanadnya atau
hadits-hadits bikinan.

[Disalin dari buku Petunjuk Jamaah haji dan Umrah serta Penziarah Masjid
Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, pengarang Kumpulan Ulama, hal 46-51.
Diterbitkan dan diedarkan oleh Department Agama, Waqaf, Dakwah dan Bimbingan
Islam, Saudi Arabia]